Bertemun Kenalan Lama
Ada seseorang yang harus aku temui di tengah kota sana,
dihari ini. Tepat pukul 2 siang. Ia kenalan yang sudah lama tak kutemui.
Mungkin sekitar 4 tahun kami tidak bertemu kembali. Waktu yang cukup lama.
Awal dan akhir pertemuan kami yaitu ketika sama-sama
mengikuti audisi presenter disalah satu stasiun TV swasta di kota Bandung.
Dengan bermodal semangat aku mengadu nasib bersaing diantara mereka, kontestan
yang memiliki beragam latar belakang. Ada yang sudah terbiasa menjadi MC,
mendapatkan basic di sekolah radio semacam DJ Arie, lalu berpengalaman dibidang
penyiaran ataupun pernah mengikuti audisi seperti ini.
Hal ini begitu timpang jika disandingkan padaku. Aku hanya
seonggok remaja polos jebolan SMA yang hanya berorientasi pada ke-eksistensian
diri saja. Apa-apa yang mereka miliki membuat aku jiper. Aku berharap hari itu
mata para juri agak siwer atau tiba-tiba mereka khilaf hingga dapat meloloskanku.
Namun ternyata semua tetap ilusi. Mereka masih sehat wal’afiat
jasmani maupun rohani dan alhasil, aku pun gugur ditengah pertempuran.
Saat audisi, aku memiliki beberapa kenalan dan kami saling bertukar
nomor telpon. Ya, untuk sekedar menjalin tali silaturahmi atau mungkin jika
dikemudian hari ada audisi yang sama kami bisa bertukar informasi. Termasuk seseorang
yang kucertakan disini. Beberapa kali kami saling bertukar sapa dan kemudian menghilang
karena ponsel kesayanganku “nyonyo” harus mati suri.
Diawal bulan Januari tiba-tiba ada pesan masuk pada ponselku
yang ternyata itu dia, temanku. Ia mengajakku untuk bertemu sekaligus menemaninya
mencari kado untuk seseorang. Maka, meluncurlah aku ke tempat kami bertemu.
Suatu tempat di jalan riau.
Oh iya, kenalanku bernama Farida namun ia lebih senang
disapa nda. Gadis mungil berjilbab ini sebenarnya lebih pantas menjadi kakakku.
Tapi ia selalu saja enggan jika aku menambahkan kata “Mba” atau “Teteh” diawal
sapa.
Aku tidak tau jelas berapa umurnya sekarang, mungkin sekitar
2 atau 4 tahun diatas umurku. Itu sebabnya saat ia bercerita tentang keluarga,
kedua orangtuanya menyinggung perihal nikah, hihi.
Singkat cerita, kami usai mencari kodo. Akhirnya kami merasakan
titik puncak kelelahan dari perjalanan mengitari kota. Sedang, apa-apa yang ia
maksud belum juga didapat. Bagaimana tidak, barang yang ia cari begitu langka. Sehingga
harus berujung “Nihilisme”.
Selain itu terangpun sudah menghilang. Maka, kami memilih
mushala di salah satu tempat sejarah hidupku untuk melunturkan lelah sekaligus
menjalankan perintah Tuhan.
Sembari mengilangkan penat kami bertukar cerita. Temanku ini
memang penuh semangat. Seperti tak ada sedikitpun letih yang ia rasakan. Dimulai
dari ia berbicara sampai ia berjalan, seperti dijalan tol. Majuu teruuus.
Meskipun begitu, ada satu hal yang aku sukai darinya. Yaitu ketika
cara ia melafalkan huruf “R”, sangat tebal dan panjang seperti asap cerobong
pabrik. Yup, seharian bersamanya aku merasa seperti dihujani serpihan huruf R.
Entah, tapi aku sangat senang mendengar orang cadel
berbicara. Apalagi saat memanggil namaku Nirraa. Seolah ada perasaan lain jika
aku mendengar seseorang yang kurang fasih dalam mengucapan huruf “R”. Bagiku
itu terdengar renyah.
Pun ketika ia bercerita tentang kekasihnya yang kini sedang
mengenyam ilmu di negara tetangga. Rasanya, keadaan mushala yang kala itu sepi tiba-tiba
menjelma menjadi suasana pasar. Gaduh namun menyenangkan.
Selain sosoknya yang ramah dan asik diajak ngobrol, ia juga
seorang pecinta kuliner tingkat akut. Pasalnya hampir disetiap sudut kota
Bandung ia mengetahui kedai mana saja yang menyajikan penganan enak. Seperti saat
ia mengajakku ke salah satu toko kue ternama. “Nirrra, kita jajan ke Ho**nd
Backery yuk, disana lagi ada promo 35%. Soalnya lagi ulang taun”. Herannya,
meskipun ia sangat menyukai kuliner tapi badannya tidak berubah. Aneh!
Malam semakin menuju larut. Usai kami berwisata kuliner
menjejal perut kami memutuskan untuk pulang. Aku mengantarnya kembali ke tempat
ia bekerja untuk mengambil motor. Lalu kami pulang bersama dengan motor masing-masing.
Didaerah Sukamiskin kami harus berpisah karena sisana memang daerah rumahnya. Dan
aku tiba dirumah pukul 9.30 wib lalu menulis. Sekian~
[27 Januari 2013]
[27 Januari 2013]
Komentar